11 November 2014

Status Uang Kotak Amal Masjid


Pada dasarnya, mengurus masjid bukanlah perkara yang sulit, tapi juga tidak boleh digampangkan. Tidak sulit sebab tugas mengurus masjid adalah kewajiban bagi setiap muslim. Siapapun dia, jika ia muslim dan memiliki daya juang yang kuat dan istiqamah, maka ia harus mengurus masjid. Tentu saja sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Pada tulisan kali ini, akan memperjelas status uang kotak amal masjid. Status ini seringkali ditanyakan para jamaah. Pasalnya, ada stigma bahwa segala yang terkait dengan masjid, kerap dihukumi waqaf. Demikian pula dengan uang kotak amal masjid, apakah uang kas tersebut dikategorikan waqaf?

Kita tahu, uang kotak amal atau kas masjid (baca: pemasukan) adalah uang milik umat. Mereka mengeluarkan hartanya untuk kepentingan masjid, kepentingan umat Islam agar masjid sebagai tempat ibadah menjadi sarana yang baik dan nyaman bagi siapa saja yang melaksanakan ritual ibadah dan amal sholeh. Oleh karena itu, uang kas masjid tersebut bukanlah milik perorangan ataupun kelompok.

Untuk itulah diperlukan manajerial yang baik agar uang tersebut efektif untuk kemaslahatan masjid. Atas dasar inilah lalu dibentuk struktur kepengurusan atau takmir masjid yang salah satu tugasnya adalah kewenangan untuk mengatur dan mendayagunakan uang kas masjid tersebut.

Perlu diketahui, bahwa status uang kas masjid hasil kotak amal tidak dapat dikategorikan sebagai benda waqaf, mengingat uang adalah barang yang habis dipergunakan dan bukan baqaul-a'in (barang kekal yang tidak habis dipergunakan), demikian diterangkan dalam kitab "Fathul Qoriib, Hamisyah al-Bajuri".

الوقف جائز وله ثلاثة شروط، أحدها أن يكون الموقوف مما ينتفع به مع بقاء عينه

"bahwa waqaf boleh dilaksanakan jika ada 3 syarat, salah satunya barang yang diwaqafkan adalah barang yang bermanfaat dan juga barang yang kekal".

Jadi, karena uang kotak amal bukan termasuk barang yang kekal seperti tanah, maka statusnya tidak bisa disebut waqaf. Yang dimaksud benda kekal di sini adalah benda yang tidak bisa diubah seperti tanah yang diwaqafkan untuk masjid. Beda dengan uang, uang adalah benda yang tidak kekal. Jika uang dianggap benda waqaf yang bisa kekal, jelas tidak mungkin uang kertas atau uang recehan hasil dari kotak amal akan dibiarkan terus dalam bentuk uang. Uang menjadi berharga karena nilai tukarnya, uang harus ditransaksikan, diambil manfaatnya. Tidak bisa dan tidak mungkin membiarkan uang kas menjadi benda waqaf yang justru bila didiamkan, dzat uang tersebut akan rusak dan nilai tukarnya semakin berkurang seiring bertambahnya tahun.

Selain itu, alasan lain yang membuat statusnya bukan termasuk benda waqaf adalah tidak adanya shighat waqaf ketika seseorang memberikan uang tersebut, sehingga posisinya hanya sodaqah dan bukan waqaf.

وان ملك لأجل الاحتياج أو الثواب من غير الصيغة كان صدقة فقط.

Oleh karena itu, sah-sah saja menggunakan uang kotak amal asalkan untuk kepentingan dan kemaslahan masjid, termasuk juga memberi "bisyarah" (penghargaan, salam tempel, upah) kepada segenap aktivis atau pihak-pihak yang berjasa memakmurkan masjid, seperti: imam sholat rawatib, muadzin, khotib, bilal, tim/seksi kebersihan, guru/kiai yang mengajar demi memakmurkan masjid dan lain sebagainya. Asalkan, jumlah nominal uangnya lebih sedikit dari upah pada umumnya. Hal ini seperti yang difatwakan Ibnu Shobbagh yang dinukil dari kitab "I'anatuth Tholibiin".

وافتى ابن الصباغ بأنه الاستقلال بذلك من غير الحاكم (قوله الاستقلال بذلك) أي بأخذ الأقل من نفقة أو أجرة مثله.

Kesimpulannya, uang kas hasil kotak amal masjid dan uang dari pemasukan lain yang diberikan untuk masjid adalah bukan benda waqaf. Statusnya adalah sodaqah (amal jariyah). Alasannya, pertama, ia bukan barang yang kekal seperti tanah, kedua, tidak ada shighat waqaf (ijab-qobul) pada saat uang itu diberikan untuk masjid.

Dengan statusnya yang bukan benda waqaf ini, maka uang kas masjid dapat digunakan untuk segala hal yang berkaitan demi kemaslahatan masjid untuk memakmurkan rumah Allah tersebut. Uang kas masjid yang statusnya sedekah ini dapat dan boleh dipakai untuk, misalnya, membayar listrik, air, pembelian lampu dan segala kebutuhan masjid, termasuk untuk bisyarah para khatib, bilal, muadzin, petugas kebersihan, keamanan, guru/kiai/da'i di masjid, dan sebagainya. Wallahu A'lam.

1 komentar:

  1. sangat bermanfaat, sebagai penambah wawasan dalam mengelola keuangan masjid, terima kasih

    BalasHapus