Sepeninggal KH Hamid Umar hingga kini, di Masjid Muritsul Jannah,
belum pernah ada lagi pengajian pagi atau kuliah subuh. Hampir semua
pengajian rutin diselenggarakan bakda shalat Maghrib atau Isyak, kecuali
di bulan Ramadan. Sebab, khusus di bulan suci, semua pengajian malam
dialihkan bakda Subuh.
Kiai Hamid, demikian nama populer
beliau, adalah sosok yang secara istiqamah memilih waktu bakda subuh
untuk memberi tausiyah bagi warga Kebalen Wetan Malang. Salah satu
alasannya, kiai asal Kidul Pasar Malang ini ingin membiasakan warga
bangun pagi dan shalat subuh berjamaah. Menyambut hari baru dengan
shalat dan ilmu, akan semakin menambah keberkahan dan semangat dalam
menjalani aktifitas sehari-hari.
Suaranya terdengar kecil,
tapi nadanya cukup tinggi. Badannya tegap dan besar, kian menambah
kharismanya sebagai sosok ulama yang disegani. Tiap kali mengajar, Kiai
Hamid selalu bersandang surban dan terkadang memakai imamah (surban
melingkar di kepala). Performance ini memperlihatkan betapa beliau
sangat memuliakan ilmu dan menghormati para jamaah, selain juga karena
ittiba' terhadap Nabi Muhammad saw yang biasa berkalung surban dan
berimamah.
Kiai Hamid Umar berprofesi sebagai mudin Kantor
Urusan Agama (KUA). Dulu, kantornya berada di tepi jalan Kolonel
Sugiono Mergosono, bersebelahan dengan Pabrik Oepet. Jaraknya sekitar
600 meter dari Masjid Muritsul Jannah. Kini, kantor itu telah tiada dan
sudah lama dipindahkan.
Sebagai mudin, beliau sangat
profesional dan mendalam ilmunya, terutama terkait dengan
masalah-masalah fiqih sosial yang dihadapi umat, seperti: hukum
pernikahan, merawat jenazah, peringatan hari besar Islam, waqaf, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, eksistensi beliau bagi jamaah Masjid
Muritsul Jannah sangat penting. Kiai Hamid Umar laksana kitab fiqih
berjalan.
Setiap Selasa Pagi, sejak sebelum subuh tiba,
Masjid Muristsul Jannah telah dihadiri puluhan warga. Mereka bersama
membaca shalawat dan puji-pujian sambil menunggu adzan Subuh dan menanti
kehadiran sang imam, KH Hamid Umar. Dengan shalat subuh berjamaah,
warga kampung Kebalen Blok Muris terasa damai dalam menjalani suasana
pagi yang sejuk.
Lantunan ayat-ayat suci yang
dikumandangkan Kiai Hamid dengan suaranya yang menggelegar, ditambah
gemuruh bacaan "Amin" dan "Qunut" para jamaah, semua itu membahana
melalui pengeras suara yang diletakkan di menara masjid. Selanjutnya,
bersamaan dengan kokok ayam jantan, keberkahan turun menyirami bumi
Kebalen Wetan. Suasana terasa dingin, teduh, tenang, sejuk, indah dan
damai.
![]() |
KH Hamid Umar dan H.A. Suyuti (Takmir) |
Itulah kenikmatan yang hanya bisa dirasakan para ulama dan jamaah yang turut serta dalam pengajian subuh. Masa-masa indah itu sanggup disuguhkan oleh Kiai Hamid sehingga tanpa disadari, secara lambat laun, warga Kebalen menjadi sosok-sosok yang berpikiran jernih berkat ruhani yang terus disirami bersama embun pagi yang suci.
Saat Kiai Hamid berpulang ke haribaan Allah, jamaah Masjid Kebalen Wetan seakan kehilangan sosok kiai yang telah membuka lembaran pagi mereka dengan ilmu dan suasana ibadah. Seakan-akan, kiai sepuh itu belum tergantikan hingga kini.
![]() |
H. Faqih, KH Hamid Umar, H Katsir Mukmin |
Sebuah pepatah mengatakan, "Berpikirlah di waktu pagi, bekerjalah di siang hari, makanlah di waktu sore dan tidurlah di malam hari". Dengan kata lain, jika pagi-pagi kamu telah berfikir, di siang hari kamu akan mudah bekerja. Jika kamu telah bekerja, sore kamu bisa makan. Bila perutmu telah terisi makanan, kamu akan bisa tidur dengan nyeyak di waktu malam.
Waktu pagi di sini adalah masa muda dan kanak-kanak. Waktu siang adalah masa remaja dan dewasa. Waktu sore adalah masa tua. Dan, malam hari adalah waktunya tidur, beristirahat dengan tenang saat kembali ke haribaan Allah.
Kiai Hamid Umar, tampaknya ingin mengajarkan filosofi itu melalui pengajian bakda Subuh yang beliau pilih. Hal ini tidak lain bertujuan agar jamaah Masjid Muritsul Jannah terus optimis menatap masa depan dengan ceria dan penuh semangat. Sebab, kesuksesan meraih cita-cita, harus dimulai sejak hari ini, sejak pagi, sejak dini, sebelum masa sejuk dan indah itu berlalu sia-sia tanpa makna.
Selamat Jalan, Kiai Hamid Umar. Namamu akan selalu dikenang di hati umat selama senja pagi terbit di ufuk timur.
0 komentar:
Posting Komentar